2025-04-16 | admin2

Bagaimana Media Digital Membentuk Persepsi tentang Kecantikan?!!!

Di era digital yang serba visual dan cepat ini, standar kecantikan tidak lagi terbentuk hanya melalui majalah, televisi, atau film. Saat ini, media digital—terutama media sosial—memainkan peran besar dalam membentuk persepsi publik tentang kecantikan.

Dari Instagram hingga TikTok, dari influencer hingga filter digital, media digital telah menciptakan definisi baru tentang “cantik” yang terus berkembang, kompleks, dan kadang menyesatkan. Namun, apakah ini membawa pengaruh positif, atau justru menimbulkan tekanan sosial dan krisis identitas? Mari kita kupas secara mendalam.

Definisi Kecantikan yang Terus Bergeser

Kecantikan sejatinya adalah konsep yang subjektif dan beragam. Namun, kehadiran media digital telah mengerucutkan persepsi tersebut menjadi standar visual tertentu yang viral dan sering kali tidak realistis.

Contohnya:

  • Kulit mulus tanpa pori-pori
  • Tubuh langsing dengan lekuk sempurna
  • Hidung mancung, dagu lancip, mata besar
  • “Glass skin” ala Korea
  • Fitur wajah simetris ala filter Snapchat/Instagram

Standar ini diperkuat oleh algoritma media sosial yang lebih sering menampilkan konten dengan tampilan tersebut, membuat pengguna percaya bahwa itulah “normalnya” kecantikan.

Peran Influencer dan Konten Visual

Influencer memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi kecantikan digital. Dengan pengikut ribuan hingga jutaan, mereka menjadi acuan gaya hidup, tren fashion, dan tentu saja—penampilan.

Konten-konten seperti:

  • “Get Ready With Me”
  • Review skincare dan makeup
  • Transformasi sebelum dan sesudah makeup
  • Challenge body transformation
  • Tutorial editing foto/video

Dan semuanya memberi pesan tidak langsung: untuk dianggap menarik, kamu harus terlihat seperti ini. Bahkan tanpa disadari, kita mulai membandingkan diri dengan orang lain yang tampil ‘sempurna’ di layar.

Filter, Editing, dan Realitas yang Terdistorsi

Salah satu aspek paling mencolok dari media digital dalam membentuk persepsi kecantikan adalah penggunaan filter dan aplikasi editing.

Aplikasi seperti FaceTune, VSCO, hingga fitur bawaan Instagram atau TikTok memungkinkan pengguna untuk:

  • Memperhalus kulit
  • Memperbesar mata
  • Memutihkan gigi
  • Menghilangkan lemak
  • Membentuk rahang atau pinggang

Hasilnya adalah tampilan visual yang “cantik digital” tapi jauh dari kenyataan. Saat wajah dan tubuh bisa “diedit” dengan mudah, batas antara dunia nyata dan dunia maya menjadi kabur.

Dan yang lebih mengkhawatirkan: standar kecantikan digital ini perlahan mempengaruhi bagaimana kita menilai diri sendiri dan orang lain.

Dampak Psikologis: Self-Esteem dan Body Dysmorphia

Persepsi kecantikan yang dibentuk oleh media digital memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental, terutama pada remaja dan anak muda yang sedang dalam proses mencari jati diri.

Beberapa dampak yang sering muncul:

  • Rasa tidak percaya diri karena merasa tidak memenuhi standar “cantik”
  • Kecemasan sosial saat tampil di depan umum tanpa filter
  • Gangguan makan demi mengejar bentuk tubuh ideal digital
  • Body dysmorphia, yaitu gangguan citra tubuh di mana seseorang merasa ada yang salah secara fisik padahal tidak

Bahkan survei global menunjukkan bahwa semakin sering seseorang terpapar konten yang mempromosikan standar kecantikan tertentu, semakin besar kemungkinan ia merasa tidak puas dengan penampilannya sendiri.

Upaya Melawan Narasi Kecantikan yang Tidak Realistis

Meski begitu, bukan berarti media digital sepenuhnya negatif. Justru, media yang sama juga kini digunakan untuk mendorong gerakan kecantikan yang lebih inklusif dan autentik.

Beberapa gerakan positif yang berkembang:

  • #NoFilterChallenge: Menunjukkan wajah tanpa makeup dan filter
  • Body positivity movement: Merayakan keberagaman bentuk tubuh
  • Skin positivity: Menunjukkan kulit dengan jerawat, bekas luka, dan tekstur alami
  • Realistic beauty campaign oleh brand-brand yang menampilkan model dengan kondisi kulit yang sebenarnya

Banyak kreator konten dan selebritas yang kini mulai membuka tabir proses editing, makeup, dan lighting agar audiens sadar bahwa kecantikan digital adalah hasil konstruksi—bukan kenyataan.

Pentingnya Literasi Digital dan Kecantikan yang Sehat

Agar tidak terjebak dalam persepsi keliru tentang kecantikan, literasi digital menjadi sangat penting. Kita perlu mengedukasi diri dan generasi muda bahwa:

  1. Tidak semua yang kita lihat di media sosial adalah kenyataan.
  2. Kecantikan tidak hanya soal penampilan fisik, tapi juga sikap, nilai, dan karakter.
  3. Kesehatan mental dan fisik lebih penting daripada memenuhi standar visual semu.
  4. Setiap orang unik, dan keunikan itulah yang membuat seseorang cantik.

Dengan memahami ini, kita bisa membangun hubungan yang lebih sehat dengan citra diri, sekaligus melawan tekanan sosial yang tidak perlu.

Penutup: Menciptakan Definisi Kecantikan Versi Diri Sendiri

Media digital memang sangat berkuasa dalam membentuk persepsi, tapi kita tetap punya kendali untuk memilih: apakah kita mau percaya pada standar luar, atau membangun definisi kecantikan versi kita sendiri?

Baca Juga : 

Kecantikan bukan hanya milik mereka yang memenuhi standar visual populer. Kecantikan juga ada dalam keberanian menunjukkan diri apa adanya, dalam senyum yang tulus, dalam ekspresi diri yang jujur, dan dalam cara kita memperlakukan diri sendiri dan orang lain.

Karena pada akhirnya, kecantikan sejati lahir dari penerimaan dan rasa syukur atas siapa diri kita sebenarnya—tanpa filter, tanpa paksaan.

Share: Facebook Twitter Linkedin